PERJUANGAN
TOKOH ISABELLA DALAM NOVEL ISABELLA
KARYA MAULANA MUHAMMAD SAEED DEHLVI
Kajian
Feminis Liberal
A.
PENDAHULUAN
Latar
Belakang Masalah
Karya sastra
merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa manusia yang mengandung daya imajinasi
dengan menggunakan media bahasa dalam penyampaiannya. Karya sastra tersebut
harus dipahami dan dinikmati berdasarkan konvensi sastra, sebab karya sastra
merupakan dunia rekaan yang tercipta melalui proses penghayatan, pemikiran dan
penilaian. Karya sastra lahir sebagai hasil perpaduan antara fenomena dunia
nyara dan imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial
di sekitarnya. Pendapat tersebut mengandung implikasi bahwa karya sastra
(terutama cerpen, novel, dan drama) dapat menjadi potret kehidupan melalui tokoh-tokoh
ceritanya.
Bentuk karya
fiksi yang terkenal dewasa ini adalah novel. Novel menyajikan cerita fiksi
dalam bentuk tulisan atau kata-kata, mempunyai unsur intrinsik dan ekstrinsik.
Sebuah novel biasanya menceritakan tentang kehidupan manusia dengan
bermacam-macam masalah dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesamanya.
Seorang pengarang berusaha semaksimal mungkin mengarahkan pembaca kepada
gambaran-gambaran realita kehidupan lewat cerita yang ada dalam novel tersebut.
Penelitian ini
akan menganalisis perjuangan tokoh wanita bernama Isabella dalam novel Isabella. Perjuangan tokoh wanita dapat
dianalisis dengan teori feminis. Jika mengangkat tema feminis, akan muncul dua
golongan, yaitu golongan pro dan kontra dengan konsep feminis. Tetapi feminis
menurut pandangan Islam berada pada posisinya yang proporsional. Artinya
feminis dapat diterima kehadirannya dengan syarat tidak melanggar aturan agama
Islam.
Novel Isabella
mengisahkan perjuangan seorang gadis dalam pandangan dua agama besar yaitu
Islam dan Kristen. Isabella dilahirkan dengan agama Kristen tetapi ketika
dewasa, dia tertarik mempelajari agama Islam. Isabella yang merupakan seorang
biarawati mendapat perlakuan kasar dari para rahib yang notabene adalah pria
hanya karena niatnya untuk mempelajari agama lain yakni Islam.
Novel Isabella
menarik dianalisis dengan teori feminis karena novel tersebut sangat kental
menyajikan perjuangan seorang wanita. Selain itu, diharapkan kita akan
mengetahui bahwa feminis tetap mendapat pembatasan oleh kaum nonmuslim
sekalipun, yang padahal selama ini mengatakan bahwa mereka sangat setuju dengan
kesetaraan hak berfikir, berkeyakinan, dan bertindak antara pria dengan wanita.
Rumusan Masalah
1. Apakah
jenis-jenis penindasan yang dialami tokoh Isabella?
2. Bagaimanakah
perjuangan yang dilakukan tokoh Isabella?
Tujuan
1. Mengklasifikasikan
jenis-jenis penindasan yang dialami tokoh Isabella.
2. Mendeskripsikan
perjuangan yang dilakukan tokoh Isabella.
B.
KAJIAN
TEORI
Gender
Kata gender dalam bahasa
Indonesia dipinjam dari bahasa Inggris. Dilihat dalam kamus tidak secara jelas
dibedakan pengertian kata sex dan
gender. Sementara itu, belum ada uraian yang mampu menjelaskan secara singkat
dan jelas mengenai konsep gender darn mengapa konsep tersebut penting guna memahami
sistem ketidakadilan sosial. Dengan kata lain timbulnya ketidakjelasan itu
disebabkan oleh kurangnya penjelasan tentang kaitan antara konsep gender dengan
masalah ketidakadilan lainnya.
Untuk memahami konsep
gender harus dibedakan kata gender dengan kata seks (jenis kelamin). Fakih di dalam bukunya Analisis
Gender dan Transformasi Sosial (Fakih,2010:7-12) menjelaskan bahwa, pengertian
jenis kelamin merupakan pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan
secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya, bahwa
manusia jenis laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, memiliki jakala
(kala menjing) dan memroduksi sperma. Sedangkan manusia jenis perempuan memiliki
alat reproduksi seperti rahim dan saluran untuk melahirkan/ memroduksi telur, memiliki
vagina, dan mempunyai alat menyusui. Alat-alat tersebut secara biologis melekat
pada manusia jenis perempuan dan laki-laki
selamanya. Secara biologis alat-alat tersebut tidak bisa dipertukarkan
antara alat biologis yang melekat pada manusia laki-laki dan perempuan, merupakan
ketentuan biologis atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau kodrat.
Sedangkan konsep
lainnya adalah konsep gender yakni suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki
maupun perempuan yang dikonstruksikan. Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah
lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sementara iaki-laki dianggap: kuat,
rasional, jantan, perkasa. Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang
dapat dipertukarkaan. Perubahan ciri dari sifat-sifat itu dapat terjadi dari
waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain. Misalnya saja zaman dahulu
di suatu suku tertentu perempuan lebih kuat dari laki-laki, tetapi pada zaman
yang lain dan di tempat yang berbeda laki-laki yang lebih kuat. Semua hal yang dapat
dipertukarkan antara sifat perempuan dan
laki-laki yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta berbeda dari
tempat ke tempat lainnya, maupun berbeda dari suatu kelas ke kelas yang lain,
itulah yang dikenal dengan konsep gender.
Dalam menjernihkan perbedaan antara seks, dan gender ini, yang
menjadi masalah adalah, terjadi kerancuan dan pemutarbalikan makna tentang apa
yang disebut seks dan gender. Dewasa ini terjadi peneguhan pemahaman yang tidak
pada tempatnya di masyarakat, di mana apa. yang sesungguhnya gender, karena pada
dasarnya konstruksi sosial justru dianggap sebagai kodrat yang berarti
ketentuan biologis atau ketentuan Tuhan.
Kekerasan
Kekerasan (violence) adalah serangan terhadap fisik
maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan terhadap sesama
manusia pada dasarnya berasal dari berbagai sumber, namun salah satu kekerasan
terhadap satu jenis kelamin tertentu yang disebabkan oleh anggapan gender
disebut sebagai kekerasan gender (gender-related
violence). Jenis dan bentuk kekerasan gender, di antaranya
(Fakih,2010:17-20):
Pertama,
pemerkosaan terhadap perempuan, termasuk
perkosaan dalam perkawinan. Perkosaan terjadi jika seseorang melakukan paksaan
untuk mendapatkan pelayanan seksual tanpa kerelaan yang bersangkutan. Ketidakrelaan
ini seringkali tidak bisa terekspresikan disebabkan oleh pelbagai faktor,
misalnya ketakutan, malu, keterpaksaan baik ekonomi, sosial maupun kultural/
tidak ada pilihan lain.
Kedua,
serangan fisik yang terjadi dalam rumah tangga (domestic violence). Termasuk tindak kekerasan dalam bentuk
penyiksaan terhadap anak-anak (child
abuse).
Ketiga,
penyiksaan yang mengarah kepada organ alat kelamin (genital mutilation), misalnya penyunatan terhadap anak perempuan.
Keempat,
kekerasan dalam bentuk pelacuran (prostitution).
Pelacuran merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan yang diselenggarakan
oleh suatu mekanisme ekonomi yang merugikan kaum perempuan. Setiap masyarakat
dan negara selalu menggunakan standar ganda terhadap pekerja seksual ini. Di
satu sisi pemerintah melarang dan menangkapi mereka, tetapi di lain pihak Negara
juga menarik pajak dari mereka. Sementara seorang pelacur dianggap rendah oleh
masyarakat, namun tempat pusat kegiatan mereka selalu saja ramai dikunjungi
orang.
Kelima,
kekerasan dalam bentuk pornografi. Pornografi adalah jenis kekerasan lain terhadap perempuan. Jenis kekerasan ini
termasuk kekerasan nonfisik/ yakni pelecehan terhadap kaum perempuan di mana tubuh perempuan dijadikan objek demi keuntungan seseorang.
Keenam,
kekerasan dalam bentuk pemaksaan sterilisasi dalam Keluarga Berencana (en-forced sterilization). Keluarga
Berencana di banyak tempat ternyata telah menjadi sumber kekerasan terhadap
perempuan. Dalam rangka memenuhi target mengontrol pertumbuhan penduduk,
perempuan seringkali dijadikan korban demi program tersebut, meskipun semua
orang tahu bahwa persoalannya tidak saja pada perempuan melainkan berasal dari kaum
laki-laki juga. Namun, lantaran bias gender, perempuan dipaksa sterelisasi yang
sering kali membahayakan baik fisik ataupun jiwa mereka.
Ketujuh,
adalah jenis kekerasan terselubung (molestation),
yakni memegang atau menyentuh bagian tertentu dari tubuh perempuan dengan
pelbagai cara dan kesempatan tanpa kerelaan si pemilik tubuh. Jenis kekerasan ini
sering terjadi di tempat pekerjaan ataupun
di tempat umum, seperti dalam bis.
Kedelapan,
tindakan kejahatan terhadap perempuan yang paling umum dilakukan di masyarakat
yakni yang dikenal dengan pelecehan seksual atau sexual and emotional
harassment. Ada banyak bentuk pelecehan, dan yang umum terjadi adalah unwanted attention from men. Banyak
orang membela bahwa pelecehan seksual itu sangat relatif karena sering terjadi
tindakan itu merupakan usaha untuk bersahabat. Tetapi sesungguhnya pelecehan seksual
bukanlah usaha untuk bersahabat, karena tindakan tersebut merupakan sesuatu yang
tidak menyenangkan bagi perempuan.
Feminisme
FEMINISME
sebagai gerakan pada mulanya berangkat dari asumsi bahwa kaum perempuan pada
dasarnya ditindas dan dieksploitasi, serta usaha untuk mengakhiri penindasan
dan eksploitasi tersebut. Meskipun terjadi perbedaan antarfeminis mengenai apa,
mengapa dan bagaimana penindasan dan eksploitasi itu terjadi, namun mereka
sepaham bahwa hakikat perjuangan feminis adalah demi kesamaan, martabat dan
kebebasan mengontrol raga dan kehidupan baik di dalam maupun di luar rumah.
Feminisme bukanlah perjuangan emansipasi perempuan dihadapan kaum laki-laki
saja karena mereka juga sadar bahwa laki-laki (terutama kelas proletar) juga
mengalami penderitaan yang diakibatkan oleh dominasi, eksploitasi serta represi
dari sistem yang tidak adil. Gerakan feminis merupakan perjuangan dalam rangka
mentransformasikan sistem dan struktur yang tidak adil, menuju ke sistem yang
adil bagi perempuan maupun laki-laki. Dengan kata lain, hakikat feminisme
adalah gerakan transformasi sosial dalam arti tidak melulu memperjuangkan soal perempuan
belaka. Dengan demikian strategi perjuangan jangka panjang gerakan feminisme
tidak sekadar upaya pemenuhan kebutuhan praktis kondisi kaum perempuan, atau
hanya dalam rangka mengakhiri dominasi gender dan manifestasinya seperti:
eksploitasi, marginalisasi, subordinasi, pelekatan stereotipe, kekerasan dan
penjinakkan belaka, melainkan perjuangan transformasi sosial ke arah penciptaan
struktur yang secara fundamental baru dan lebih baik (Fakih,2010)
Aliran-aliran
Feminisme
Secara sederhana,
aliran feminisme dibagi menjadi dua aliran besar dalam ilmu sosial yakni aliran
status quo atau fungsionalisme dan
aliran konflik. Penjelasan kedua aliran tersebut, sebagai berikut:
(Fakih,2010:79).
a. Aliran Fungsional
Aliran fungsionalisme
adalah mazhab arus utama (mainstream)
dalam ilmu sosial yang dikembangkan oleh Robert Merton dan Talcott Parsons.
Teori ini memang tidak secara langsung menyinggung masalah kaum perempuan.
Namun keyakinan mereka bahwa masyarakat adalah suatu sistem yang terdiri atas
bagian dan saling berkaitan (agama, pendidikan, struktur politik sampai
keluarga) dan masing-masing bagian secara terus menerus mencari keseimbangan (equilibrium) dan harmoni, dapat menjelaskan
posisi mereka tentang kaum perempuan.
Konflik dalam suatu
masyarakat dilihat sebagai tidak berfungsinya integrasi sosial dan
keseimbangan. Oleh karena itu harmoni dan integrasi dipandang sebagai
fungsional, bernilai tinggi dan harus ditegakkan, sedangkan konflik mesti
dihindarkan.
Pengaruh fungsionalisme
ditemui dalam pemikiran Feminisme Liberal.
Aliran ini muncul sebagai kritik
terhadap teori politik liberal yang pada
umumnya menjunjung tinggi nilai otonomi, persamaan dan nilai moral serta kebebasan
individu, namun pada saat yang sama dianggap mendiskriminasi kaum perempuan.
Mereka, dalam mendefinisikan masalah kaum perempuan, tidak melihat struktur dan
sistem sebagai pokok persoalan. Asumsi dasar feminisme liberal berakar pada pandangan
bahwa kebebasan (freedom) dan kesamaan
(equality) berakar pada rasionalitas dan
pemisahan antara dunia privat dan publik. Kerangka kerja feminis liberal dalam
memperjuangkan persoalan masyarakat tertuju pada 'kesempatan yang sama dan hak yang sama' bagi setiap individu, termasuk
di dalamnya kesempatan dan hak kaum perempuan. Kesempatan dan hak yang sama
antara laki-laki dan perempuan ini penting bagi mereka dan karenanya tidak
perlu pembedaan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Asumsinya, karena perempuan adalah makhluk rasional juga.
Oleh karena itu ketika menyoal mengapa kaum perempuan dalam keadaan terbelakang
atau tertinggal, feminisme liberal beranggapan bahwa hal itu disebabkan oleh
kesalahan "mereka sendiri". Dengan kata lain, jika sistem sudah
memberikan kesempatan yang sama kepada laki-laki dan perempuan maka, jika kaum perempuan
tidak mampu bersaing dan kalah, yang perlu disalahkan adalah kaum perempuan
sendiri.
Itulah sebabnya usulan
mereka untuk memecahkan masalah kaum perempuan adalah dengan cara menyiapkan
kaum perempuan agar bisa bersaing dalam suatu dunia yang penuh persaingan
bebas. Sebagian dari usaha ini dapat dilihat, misalnya, dalam program-program
Perempuan dalam Pembangunan (Women in Developmen)
yakni dengan menyediakan "program intervensi guna meningkatkan taraf hidup
keluarga seperti pendidikan, ketrampilan"serta" kebijakan yang dapat meningkatkan
kemampuan perempuan sehingga mampu berpartisipasi dalam pembangunan". Pendekatan
yang berasumsi bahwa masalah keterbelakangan kaum perempuan itu terletak pada
diri kaum perempuan sendiri, dan oleh karenanya diperlukan usaha menggarap kaum
perempuan itu, kini menjadi paradigma arus utama dalam memecahkan masalah perempuan.
Feminisme liberal tidak
pernah mempertanyakan diskriminasi akibat ideologi patriarki, sebagaimana
dipersoalkan oleh feminisme radikal maupun analisis atas struktur 'kelas', politik,
ekonomi serta gender sebagaimana dipermasalahkan oleh gerakan feminis sosialis.
Meskipun gagasan feminisme liberal ini telah muncul sejak akhir abad-19 dan
awal abad-20, namun baru pada tahun 60-an gerakan ini kelihatan menonjol, dan
akhirnya mendominasi pemikiran tentang perempuan di seluruh dunia, khususnya
Dunia Ketiga saat ini. Salah satu pengaruh feminisme liberal ini terekspresi
dalam teori modernisasi dan program global yang dikenal sebagai Women in Development. Sejak awal, bagi
mereka, persoalan perempuan dianggap sebagai masalah (anomaly) bagi
perekonomian modern atau partisipasi politik maupun pembangunan. Menurut mereka,
keterbelakangan kaum perempuan, selain akibat dari sikap irrasional yang
sumbernya karena berpegang teguh pada nilai-nilai tradisional, juga karena kaum
perempuan tidak berpartisipasi dalam pembangunan. Oleh karena itu melibatkan
kaum perempuan dalam industrialisasi dan program pembangunan dianggap sebagai
jalan untuk meningkatkan status perempuan. Karena keduanya dianggap akan
berakibat positif bagi perempuan yakni akan mengurangi akibat dari
ketidaksamaan kekuatan biologis antara pria dan perempuan.
Pada intinya, feminisme
liberal mendasarkan diri pada pemikiran bahwa semua manusia, laki-laki dan
perempuan itu diciptakan seimbang dan serasi sehingga semestinya tidak terjadi
lagi penindasan antara satu dengan yang lain. Kendati demikian, kelompok ini
tetap menolak persamaan secara keseluruhan antara laki-laki dan perempuan
tersebut, terutama yang berhubungan dengan gungsi reproduksi. Feminisme liberal
ini banyak dianut oleh kalangan feminisme di Indonesia, baik yang dari tradisi
Islam dan tradisi Kristen ataupun tradisi lainnya (Hidayatullah,2010).
b. Aliran Konfllik
Sosiologi konflik
merupakan aliran ilmu sosial yang menjadi alternatif dari aliran sosiologi
fungsionalisme. Mereka percaya bahwa setiap kelompok masyarakat memiliki
kepentingan (interest) dan kekuasaan
(power) yang adalah pusat dari setiap
hubungan sosial termasuk hubungan kaum laki-laki dan perempuan. Bagi mereka,
gagasan dan nilai-nilai selalu dipergunakan sebagai senjata untuk menguasai dan
melegitimasi kekuasaan, tidak terkecuali hubungan antara laki-laki dan
perempuan. Berdasarkan asumsi seperti ini. Maka perubahan akan terjadi melalui
konflik yang akhirnya akan merubah posisi dan hubungan. Demikian juga,
perubahan hubungan antara laki-laki dan perempuan hanya akan dilihat dari konflik
antar dua kepentingan. Yang dapat dikategorikan dalam teori konflik ini di antaranya
adalah:
Kelompok pertama
penganut teori konflik adalah Feminisme
Radikal yang sejarahnya justru muncul sebagai reaksi atas kultur sexism
atau diskriminasi sosial berdasarkan jenis kelamin di Barat pada tahun 60-an,
khususnya sangat penting dalam melawan kekerasan seksual dan pornografi
(Brownmiller dalam Fakih,2010).
Para penganut feminisme
radikal tidak melihat adanya perbedaan antara tujuan personal dan politik, unsur-unsur
seksual atau biologis. Sehingga, dalam melakukan analisis tentang penyebab
penindasan terhadap kaum perempuan oleh laki-laki, mereka menganggapnya berakar
pada jenis kelamin laki-laki itu sendiri beserta ideologi patriarkinya. Dengan
demikian 'kaum laki-laki' secara biologis maupun politis adalah bagian dari
permasalahan. Dari situ aliran feminisme ini menganggap bahwa penguasaan fisik
perempuan oleh laki-laki, seperti hubungan seksual, adalah bentuk dasar
penindasan terhadap kaum perempuan (Jaggar dalam Fakih,2010). Bagi mereka
patriarki adalah dasar dari ideologi penindasan yang merupakan sistem hirarki
seksual di mana laki-laki memiliki kekuasaan superior dan privilege
ekonomi (Eisenstein dalam Fakih,2010).
Bagi gerakan feminisme
radikal, revolusi terjadi pada setiap perempuan yang telah mengambil aksi untuk
merubah gaya hidup, pengalaman dan hubungan mereka sendiri terhadap kaum
laki-laki. (Stanley and Wise dalam Fakih,2010) Dengan kata lain, bagi gerakan
feminisme radikal, revolusi dan perlawanan atas penindasan perempuan bisa dalam
bentuk yang sangat personal: urusan subjektif individu perempuan. Anggapan ini
justru sangat bertentangan dengan kerangka feminisme Marxis yang melihat
penindasan perempuan sebagai realitas objektif. Sungguh pun demikian, sumbangan
feminisme radikal ini sangatlah besar pada gerakan perempuan secara umum terutama
karena paham dan analisis mereka bahwa personal
is political memberi peluang politik bagi kaum perempuan. Namun, lagi-lagi
golongan ini mengambil bentuk mode perjuangan ideologi Maskulinitas, yakni
persaingan untuk mengatasi kaum laki-laki.
Pada zaman kapitalisme,
penindasan perempuan malah dilanggengkan oleh berbagai cara dan alasan karena
menguntungkan. Pertama melalui apa
yang disebut eksploitasi pulang ke rumah, yakni suatu proses yang
diperlukan guna membuat laki-laki yang dieksploitasi di pabrik bekerja lebih
produktif. Buruh laki-laki yang bekerja di pabrik dan dieksploitasi oleh
kapitalis, selanjutnya pulang ke rumah dan terlibat dalam suatu hubungan kerja dengan
istrinya masing-masing. Dalam analisis ini sistem dan struktur hubungan antara kapitalis,
buruh dan istrinya adalah sistem yang akhirnya menguntungkan pihak kapitalis. Kedua, kaum perempuan dianggap
bermanfaat bagi sistem kapitalisme dalam reproduksi buruh murah. Di negara
kapitalis maju, dalam struktur dan sistem masyarakat yang kapitalistik itu,
pihak kapitalis menggantungkan segi terjaminnya persediaan buruh pada keluarga
buruh itu sendiri. Ketiga, masuknya perempuan
sebagai buruh juga dianggap oleh mereka sebagai menguntungkan sistem
kapitalisme karena dua alasan. Pertama,
upah buruh perempuan seringkali lebih rendah dibandingkan buruh laki-laki. Upah
buruh yang lebih rendah ini membantu pihak kapitalis melakukan akumulasi
kapital secara lebih cepat. Kedua
dengan masuknya perempuan dalam sektor perburuhan juga dianggap menguntungkan sistem
kapitalisme karena proses itu dianggap sebagai proses penciptaan buruh cadangan
yang tak terbatas. Dalam analisis mereka, besamya cadangan buruh ini akan lebih
memperkuat posisi tawar menawar kaum kapitalis di hadapan buruh dan sekaligus
mengancam solidaritas kaum buruh, dan akhimya mempercepat akumulasi kapital
bagi kapitalis.
Bagi penganut feminisme
Marxis, penindasan perempuan merupakan kelanjutan dari sistem eksploitatif yang
bersifat struktural. Oleh karena itu, mereka tidak menganggap patriarki ataupun
kaum laki-laki sebagai permasalahan, akan tetapi sistem kapitalisme yang sesungguhnya
merupakan penyebab masalahnya. Dengan bagitu penyelesaiannya pun harus bersifat
struktural, yakni hanya dengan melakukan perubahan struktur kelas dan pemutusan
hubungan dengan sistem kapitalisme intemasional. Perubahan struktur kelas
itulah yang mereka sebut sebagai proses revolusi. Setelah revolusi, jaminan
persamaan bagi laki-laki dan perempuan belumlah cukup, karena perempuan masih
dirugikan oleh tanggungjawab domestik mereka. Dari perspektif ini, diyakini
bahwa emansipasi perempuan terjadi hanya jika perempuan terlibat dalam produksi
dan berhenti mengurus rumah tangga. Sebagai demikian, proses itu hanya terjadi
melalui industrialisasi. Bagi teori Marxis klasik, perubahan status perempuan terjadi
melalui revolusi sosialis dan dengan menghapuskan pekerjaan domestik (rumah tangga).
Penganut aliran konflik
yang ketiga adalah Feminisme Sosialis.
Aliran ini, menurut Jaggar (dalam Fakih,2010), melakukan sintesis antara metode
historis materialis Marx dan Engels dengan gagasan personal is political dari kaum feminis radikal. Bagi banyak
kalangan aliran ini di anggap lebih memiliki harapan di masa depan karena
analisis yang mereka tawarkan lebih dapat di terapkan oleh umumnya gerakan
perempuan. Bagi feminisme sosialis penindasan perempuan terjadi di kelas mana
pun, bahkan revolusi sosialis ternyata tidak serta merta menaikkan posisi
perempuan. Atas dasar itu mereka menolak visi Marxis klasik yang meletakkan
eksploitasi ekonomi sebagai dasar penindasan gender. Sebaliknya, feminisme tanpa
kesadaran kelas juga menimbulkan masalah. Oleh karena itu analisis patriarki
perlu dikawinkan dengan analisis kelas. Dengan demikian kritik terhadap
eksploitasi kelas dari sistem kapitalisme harus dilakukan pada saat yang sama
dengan disertai kritik ketidakadilan gender yang mengakibatkan dominasi,
sub-ordinasi dan marginalisasi atas kaum perempuan.
Namun banyak orang
menganggap bahwa feminisme sosialis ini merupakan pengembangan dari Marxisme.
Feminis sosialis mulai dikenal tahun
1970-an. Aliran ini memiliki ketegangan antara kebutuhan kesadaran feminis di satu pihak dan kebutuhan menjaga integritas materialisme
Marxisme di pihak lain, sehingga analisis patriarki perlu ditambahkan dalam
analisis mode of production. Mereka mengritik
asumsi umum, hubungan antara partisipasi perempuan dalam ekonomi memang perlu, tapi
tidak selalu akan menaikkan status perempuan. Rendahnya tingkat partisipasi
berkorelasi dengan rendahnya status perempuan. Tetapi keterlibatan perempuan
justru dianggap menjerumuskan perempuan, karena mereka akan dijadikan budak (virtual slaves).
C.
ANALISIS
PEMBAHASAN
Jenis-Jenis Penindasan yang Dialami
Tokoh Isabella
1. Penindasan
Batin
Isabella
mendapat penghinaan dari para rahib, terlihat dari beberapa kutipan di bawah
ini:
“Anak durhaka! Berani sekali engkau
mencoba mengajariku, hah?!” (hlm.158)
“Asal
engkau tahu, Isabella, engkau itu hanyalah
seorang anak kemarin sore. Setelah berguru padaku selama bertahun-tahun, jangan harap dirimu bisa menjadi lebih
pintar dariku…” (hlm.158)
“…Engkau
benar-benar seorang anak sok pintar
yang menganggap sepi kami. Menganggap kami begitu buta pada sebuah kenyataan,
padahal sebaliknya engkaulah yang menutup matamu. Hei, anak durhaka…” (hlm 159)
“Dengan
kedangkalan pengalaman dan
pemikiranmu, tentu saja engkau tidak mampu memahami misteri dan makna tersirat
dari Injil. Dasar gadis bodoh!”
(hlm.181)
Terlihat
dari kutipan di atas bahwa Isabella dikatakan bodoh dan durhaka, padahal
sesungguhnya dia hanya berusaha menanyakan kepada gurunya hal yang belum
dipahami, terlihat dari kutipan:
“Sebelumnya
maafkan aku, Bapa Michael. Aku hanya tak mengerti bagaimana
mungkin engkau dapat menyatakan bahwa hanya Yesus yang tidak bersalah.”
(hlm.160)
Selain
dikatakan bodoh dan durhaka, Isabella juga dikatakan dungu dan pongah, terlihat
dari kutipan di bawah ini,
“Oh,
lihat bagaimana gadis ini sangat mahir mengarang cerita! Sungguh gadis yang dungu.” (hlm.164)
“Kurasa,
engkau adalah satu-satunya orang yang
paling pongah di atas bumi saat ini, Isabella.” (hlm.175)
Isabella
dikatakan pongah dan dungu hanya karena dia menunjukkan bukti keganjilan yang
ditemuinya dalam ajaran Kristen kepada sang guru. Terlihat dari kutipan di
bawah ini:
“Dari
kedua kisah tersebut sangat jelas terlihat bahwa Malik Sidiq Salem, Zakaria,
dan istrinya pastilah orang-orang yang sangat beriman dan tak pernah berbuat
salah. Karenanya, bukankah dapat pula dikatakan bahwa ketidakbersalahan Kristus
bukan sesuatu yang unik?...” (hlm.160)
“…tentang
penebusan dosa, kurasa hal tersebut juga tidak bisa dibuktikan dalam Injil.
Mengapa? Sebab tak ada seorang pun yang bisa menanggung beban dosa orang lain…”
(hlm.161)
Isabella
mendapat umpatan hanya karena dia berbeda pemikiran dengan para rahib, terlihat
dari kutipan:
“Hei,
manusia terkutuk! Mengapa engkau
berjalan begitu lamban? Apakah engkau takut pada api amarah Kristus yang siap
membakarmu?...” (hlm.207)
“Gadis penghuni neraka! Sungguh engkau
adalah manusia terkutuk. Engkau tak
mungkin lagi diperbaiki.” (hlm.211)
2. Penindasan
Fisik
Akibat
perbedaan pemikirannya, Isabella dipenjara, terlihat dari kutipan di bawah ini:
“Isabella
yang malang. Ia menerima hinaan dan pukulan
sang rahib dengan menahan gigil pada punggungnya.” (hlm.207)
“Barulah
beberapa waktu kemudian Isabella menyadari bahwa dirinya tengah menjalani
hukuman, dengan dikunci diruang bawah
tanah bersama tulang-tulang orang mati, hanya karena ia memeluk agama
Islam.” (hlm 208)
“Sambil
bersungut-sungut marah, si rahib kemudian mengantar kembali Isabella ke penjaranya di ruang bawah tanah.”
(hlm.211)
“Kunci
gadis ini di ruang bawah tanah.
Jangan beri makan dan minum sampai ada perintah dari ayahnya sendiri, Yang
Mulia Bapa Kepala Rahib.” (hlm.216)
“Kami
akan berbicara dengan Isabella di
penjara bawah tanah, sebentar saja.” (hlm.232)
Perjuangan yang Dilakukan Tokoh
Isabella
1. Isabella
belajar mencari kebenaran dari Al-Quran dan Injil
Isabella
belajar di komunitas muslim, terlihat dari kutipan di bawah ini,
“…ia
melemparkan tubuhnya di kursi malas dan mulai membaca Injil.” (hlm.12)
“…Ia
tengah membaca Injil dan secara
khusus mempelajari surat Santo Paulus dengan sangat teliti.” (hlm.12)
“Wahai
saudara-saudaraku, hanya karena kemurahan hati Allah, yang membimbingku ke
jalan yang benar, hingga aku bisa keluar dari kegelapan doktrin Trinitas dan
penyembah kayu salib. Pada mulanya Umar
Lahmi-lah yang menjadi guru spiritualku, yang telah berdebat dengan para rahib
Cordova di rumah mereka, dan melalui dirinya, seruan kebenaran bergema di
telinga dan hatiku.” (hlm.111)
Isabella
mempelajari Al-Quran dan Injil sekaligus dengan bimbingan ustadnya,
“Injil itu diserahkan kepada Isabella
untuk dilihatnya. Isabella menerima dan membuka halaman-halaman yang telah
ditandai Umar Lahmi.” (hlm.132)
“Itulah
kelebihan al Quran. Al Quran dengan
tegas menyangkal semua tuduhan yang dibuat oleh orang-orang Yahudi dan Kristen.
Al Quran menyatakan bahwa nabi-nabi tidak pernah berpikir untuk melakukan dosa
apalagi untuk benar-benar melakukannya… lihat al Quran Surat Hud ayat 88…”
2. Berusaha
kabur dari penjara
Isabella
dibantu ketiga temannya berusaha kabur dari penjara, terlihat dari kutipan:
“…Isabella
dan ketiga temannya bersiap melakukan
rencana mereka. Tanpa diduga, keempatnya serentak menyerang Kepala Rahib
yang tengah bersimpuh dan menangis…” (hlm.258)
“…mengucapkan
selamat atas keberhasilan Isabella melarikan
diri dan memuji keberanian Mirano serta kedua temannya yang begitu berani
menempuh bahaya demi menyelamatkan temannya dari sengkeraman orang Kristen.”
(hlm.260)
“Tiga
hari setelah pembicaraan di rumah Kepala Rahib, berita tentang lolosnya Isabella telah sampai di
telinga semua rahib…” (hlm.271)
3. Isabella
mengikuti kata hatinya yaitu masuk agama Islam, terlihat dari kutipan:
“Wahai,
Bapa. Ketahuilah, aku, Isabella, telah
masuk Islam. Agama yang menurutku merupakan satu-satunya agama yang
sempurna, tanpa cacat ataupun berlebih-lebihan, yang memberi keselamatan dan
bimbingan ke jalan yang benar.” (hlm.279)
“Aku meninggalkan agama Kristen atas kesadaranku sendiri, tanpa
paksaan dari siapa pun. Alasannya adalah agaman itu tidak sempurna dan
berlebihan, di mataku.” (hlm.279)
D.
KESIMPULAN
1. Jenis-jenis
penindasan yang dialami tokoh Isabella
a. Penindasan
batin, yaitu Isabella dikatakan sebagai gadis bodoh, anak durhaka, dungu,
pongah, dan manusia terkutuk;
b. Penindasan
fisik, yaitu Isabella dipenjara dan dipukul.
2. Perjuangan
yang dilakukan Isabella
a. Isabella
belajar mencari kebenaran dari Al-Quran dan Injil.
b. Berusaha
kabur dari penjara.
c. Isabella
mengikuti kata hatinya yaitu masuk agama Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar